Ketika mendengar kata ‘pulau terpencil/terluar’, mungkin yang terlintas adalah keindahan pantai dan udara segarnya yang jarang tercemar. Namun sayangnya, di balik keindahan itu kehidupan warganya tidak seindah pulaunya.
Fasilitas-fasilitas kesehatan (faskes) dasar yang menurut kita sudah seharusnya menjadi hak hidup, puskesmas contohnya, mirisnya tidak ada yang berdiri di Pulo Panjang dan Pulo Tunda.
Kedua pulau terluar Banten itu hanya memiliki pustu, puskesmas pembantu. yang biarpun dipakai sebagai ‘pusat kesehatan masyarakat’, tetapi fasilitasnya jauh di bawah puskesmas yang banyak tersebar di kota-kota besar.
Bagaimana rasanya jika keluarga Anda sakit keras ketika di luar tengah ada badai dan dokter terdekatnya berada di seberang pulau? Maukah Anda menunggu badai mereda yang entah berapa lama, atau Anda tetap memaksakan diri menerjang badai mempertaruhkan nyawa Anda sendiri dan nyawa si sakit demi sampai ke tempat dokternya?
Manapun yang Anda pilih, pilihan Anda sama bahayanya, sama-sama mengancam nyawa.
Kenyataan Hidup Mereka yang Menghuni Pulau-pulau Terluar
Pulo Tunda dan Pulo Panjang baru 2 pulau dari pulau-pulau terluar di teluk Banten. Keduanya dihuni puluhan keluarga yang banyak di antaranya masih mengandalkan laut sebagai sumber penghidupan.
Akibatnya saat masuk musim hujan, beberapa kali mereka dilema apakah harus melaut menerjang badai demi dapur ngebul atau memilih menunggu sampai resiko itu pergi.
Itu baru dilema melaut. Belum lagi dilema mengantarkan anggota keluarga yang sedang sakit parah ke kota Serang / Tangerang / Jakarta saat di laut tengah dilanda badai.
Dan dilemanya akan bertambah ketika ternyata di kondisi itu lagi tidak pegang uang. Terpaksa mereka berhutang untuk ongkos jalan pergi-pulang, tebus obat, hingga menyewa kos-kosan jika ternyata keluarga yang sakit harus rawat inap.
Gimana tidak terasa sesak dada kita kalau kita yang mengalami yang mereka alami barusan?
Rumah Sakit Terapung Kapal Joserizal Jurnalis Inisiatif yang Dibutuhkan Pulo Panjang dan Pulo Tunda
Berangkat dari realita barusan, kami dari Badan Wakaf Al-Quran (BWA) menginisiasikan rumah sakit terapung untuk mereka. Inisiatif ini inisiatif paling rasional sebab tidak membutuhkan lahan yang luas dan tidak perlu membangunnya dari 0.
Kami pun telah membuktikan kepraktisannya dengan menyulap ruangan-ruangan di dalam sebuah kapal menjadi ruangan-ruangan pelayanan kesehatan.
Setelah berusaha bertahun-tahun merenovasi kapal agar memiliki ruangan poli umum, poli gigi, dan kamar operasi, akhirnya kapal yang dinamakan Kapal Joserizal Jurnalis ini telah diresmikan November kemarin.
Kami niatkan agar faskes di atas dapat dimanfaatkan warga secara gratis. Agar mereka bisa merasakan manfaatnya, kami mengajakmu turut mengulurkan tangan untuk Kapal Joserizal.
Kini Saatnya Mengulurkan Tangan Kita
Semua pelayanan cuma-cuma di atas hanya bisa terwujud dengan kumpulan sedekah kesehatan Anda-anda umat Islam dan masyarakat Indonesia.
Sedekah-sedekah yang terkumpul nantinya akan membiayai ongkos jalan dan biaya perawatan kapal, melengkapi peralatan dan obat-obatan medis, serta membelikan perbekalan tenaga kesehatan (nakes) dan anak buah kapal (ABK) selama pelayaran pelayanan.
Langsung saja klik tautan sedekah kesehatan Kapal Joserizal Jurnalis di bawah demi mempercepat pelayanan rumah sakit apung kepada mereka:
Tim kami siap membantu menjawab pertanyaan apapun dari Anda jika Anda masih belum tahu cara bersedekah online.
Langsung tanyakan di kolom chat yaa…