Tim BWA di Pekanbaru, melintasi medan yang cukup berat saat beberapa waktu lalu mendistribusikan Al Qur’an wakaf kepada suku Sakai di Desa Minas Asal, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak, sekitar 90 kilometer arah utara Pekanbaru. Minas Asal merupakan perkampungan pertama orang Sakai. Sekitar 300 kepala keluarga Sakai di daerah itu mengantungkan hidup dengan bercocok tanam.
Dari Pekanbaru menuju Minas, kita diajak melewati jalan aspal dan pipa-pipa minyak salah satu perusahaan pengisap minyak milik asing. Jalan akan berganti menjadi lintasan pasir dan batu (sirtu) dalam areal hutan tanaman industri, diteruskan dengan jalan tanah yang tak begitu bersahabat sejauh 35 kilometer. Bila musim hujan, kondisi jalan makin tak bersahabat.
Di sepanjang jalan, rimbunnya semak belukar serta rumah-rumah kayu orang Sakai beratap rumbia, menjadi pemandangan yang kerap ditemui.
Mengendarai mobil double garden milik salah satu perusahaan minyak asing, Tim pun berhasil mengangkut Al Qur’an wakaf kesana.
Pada tahap awal, sebanyak 60 buah Al Quran wakaf dari para wakif telah didistribusikan BWA kepada Suku Sakai di Desa Minas Asal.
Ahmad, salah seorang kepala Suku Sakai di Desa Minas Asal, bersyukur ada Al Qur’an wakaf ke daerahnya. Selama ini, mereka menunggu perhatian dan bantuan umat Islam dari luar wilayahnya.
“Al Qur’an wakaf ini insya Allah dapat membantu kami dalam mengkaji Islam. Semoga di kemudian hari bisa ditingkatkan lagi jumlahnya,” kata pria berusia 44 tahun ini.
Lebih lanjut, ia berharap semoga ada bantuan pembinaan keislaman di daerahnya dari saudara-saudaranya yang lain.
M. Ihsan Fawwaz, koordinator Tim BWA di Pekanbaru, menyatakan bahwa dirinya sangat senang dapat menyampaikan amanah Al Qur’an wakaf kepada suku Sakai disana. Dengan begitu, aktivitas pembinaan dengan Al Qur’an seperti pengajian, bisa lebih mudah dilakukan. “Mereka sangat terbantu dengan adanya Al Qur’an wakaf ini,” ujarnya.
Rawan Akidah
Lebih lanjut, pria berusia 37 tahun ini menyatakan, suku Sakai di Desa Minas asal rawan pemurtadan. Kondisi mereka yang terbelakang, memudahkan misionaris untuk terus berusaha menggerogoti akidah mereka.
Selain itu, meski telah memeluk Islam, ternyata masih banyak suku Sakai yang tetap melaksanakan ajaran nenek moyang mereka yang diselimuti unsur-unsur animisme. Kepercayaan terhadap keberadaan antu atau mahluk gaib yang ada di sekitar mereka, masih melekat dalam masyarakat Sakai. Mereka menganggap bahwa antu juga memiliki kehidupan seperti layaknya manusia. Menurut mereka, di tengah-tengah rimba belantara yang masih “perawan”, pusat pemukiman antu ini berada.
Oleh karenanya, Ihsan meminta agar ada tambahan Al Qur’an wakaf untuk disebarkan kesana. “Mudah-mudahan bisa menjadi sarana untuk memperkuat akidah mereka,” harap bapak dua orang anak ini.[bwa]