Pernahkah kamu kepikiran kalau kebaikan yang kita lakukan hari ini bisa terus mengalir pahalanya hingga kita tiada kelak?
Pastinya, kalau kamu seorang muslim, kamu tahu yang kumaksud ialah kebaikan yang berupa pemberian yang abadi, pemberian yang kita kenal dengan nama wakaf.
Tetapi, pernahkah kamu terpikir mengapa wakaf begitu mulia ya? Mengapa amalan ini seistimewa itu sehingga pahalanya bisa terus mengalir biarpun pemberinya telah meninggal?
Di sinilah kamu akan tahu mengapa wakaf dapat semulia itu.
Dalil landasan berwakaf dari Al-Quran
Jadi, buat yang belum tahu, salah satu dalil yang melandaskan amalan wakaf yang telah dilakukan sejak zaman nabi hingga saat ini ialah ayat berikut ini:
لَن تَنَالُوا۟ ٱلْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا۟ مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍۢ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌۭ ٩٢
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh, Allah Maha Mengetahui.” (QS. Ali Imron [3]: 92)
Perhatikanlah kata ٱلْبِرَّ di atas,
sekalipun terjemahannya ialah “kebajikan”, namun makna sebenarnya lebih dalam daripada itu. Di dalam kitab Tafsir al-Quran al-Adzim karangan Imam Ibnu Katsir,
dipaparkan bahwa makna sebenarnya ٱلْبِرَّ ialah “kebajikan yang sempurna”. Dengan kata lain, yang Allah maksud di ayat di atas yakni “surga”.
Tak ayal para Sahabat Nabi rela memberikan segalanya demi ٱلْبِرَّ /kebajikan yang sempurna. Sebagaimana kisah berwakafnya Zaid bin Sahl al-Anshori ra. berikut.
Penerap mula-mula dalil wakaf di dalam al-Quran
Zaid bin Sahl merupakan seorang bangsawan Anshar. Tidak mengherankan dirinya memiliki harta jauh melebihi masyarakat Madinah pada umumnya.
Biarpun kaya raya, semenjak dirinya mengimani kerasulan Muhammad saw., dirinya selalu senang bersedekah. Sampai-sampai dirinya rela menyedekahkan sumber pendapatan utamanya,
yakni Kebun Bairuha’.
Mengikuti saran sahabat sekaligus guru panutannya, Rasulullah Muhammad saw., dirinya merelakan kebun yang subur nan rindang itu dijadikan sumber penghidupan bagi kerabatnya. (HR. Bukhari no. 1461 dan Muslim no. 998).
Pengorbanan dirinya demi surga /ٱلْبِرَّ di atas menjadi cikal bakal amalan berwakaf yang lestari hingga zaman sekarang.

Kegemarannya berderma, menurut dugaan kami, membuatnya dijuluki Abu Thalhah alias “Bapak Kedermawanan”. Sebabnya, berdasarkan pengalaman kami mencari makna Thalhah, makna yang keluar ialah “Father of Fruitfulness”.
Penurunan dalil wakaf di dalam al-Quran
Tindakan beraninya mengorbankan diri dan keluarganya menikmati manisnya pendapatan penjualan panen-panen Kebun Bairuha’ tersebut memantik para sahabat turut berkorban harta untuk Islam.
Diawali para Sahabat Nabi ra., lalu ditiru murid-muridnya (tabi’in /murid-murid langsung para sahabat), lalu ditiru murid-muridnya tabi’in (tabi al-tabi’in), akhirnya para ulama merumuskan pemberian seperti apa yang bisa disebut wakaf.
Setidaknya, wakaf harus memiliki keempat hal (rukun wakaf) berikut:
1. Wakif
Wakif ialah sebutan bagi pewakaf. Seseorang dianggap sebagai seorang wakif hanyalah ketika dirinya merupakan seorang muslim, dewasa (baligh), berakal sehat, dan pemilik sah dari harta yang akan diwakafkan (maukuf).
2. Maukuf
Lalu maukuf, yakni harta halal yang telah dilunasi segala tunggakannya oleh calon wakif yang akan diberikan kepada penerima wakaf (mustahik).
3.Maukuf ‘alaih /Mustahik
Bedanya maukuf ‘alaih /mustahik dengan wakif hanyalah statusnya. Pun sama-sama harus diwakili oleh seorang dewasa yang berakal sehat,
mustahik tidak harus berislam. Yang harus itu memastikan bahwa dirinya adalah calon penerima manfaat maukufnya.
4. Sigat
Adapun sigat, yaitu akad /ikrar serah-terima wakaf. Sejak sigat telah sempurna, maka wakif, mustahik, dan ahli waris dari kedua belah pihak telah kehilangan hak penguasaan atas maukufnya. Haram bagi keduanya memonopoli manfaat wakaf melebihi sigatnya.
Makanya, untuk mengantisipasi wanprestasi sigat, KUA (kantor urusan agama) telah membuka jasa perbantuan pelegalan sigatnya. Dengan bantuan ini, siapapun yang akan menyengketakan harta yang telah diwakafka bisa mendapatkan ancaman kurungan.
Cuman, jika maukufnya seringan mushaf al-Quran, maka kamu tidak perlu ke Papua sana demi melakukan sigat di KUA setempat. Yang kamu perlukan justru hanyalah ngeklik tautan di bawah;
lalu mengajak sanak famili dan besti-besti mu ikut berwakaf al-Quran ke Papua.
