Di antara sekian banyak ibadah yang dianjurkan dalam Islam, wakaf menempati tempat yang spesial. Sebabnya, dalil wakaf sendiri diturunkan untuk menguji pembuktian keimanan kaum muslim.
Dengan dalil itu, para sahabat berbondong-bondong mewakafkan harta berharganya semisal rumah, sumur, ataupun Kebun Kurma Bairuha’ milik Sahabat Zaid bin Sahl al-Anshori ra.
Dalil wakaf yang menggerakkan Sahabat Zaid mewakafkan kebun terbaiknya
Dalil wakaf yang dimaksud ialah Surat Ali Imran ayat ke 92:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ
“Kamu sekali-kali tidak akan mencapai kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92)
Ayat di atas sontak menggetarkan qalbu Sahabat Nabi Zaid bin Sahl ra., salah seorang saudagar perkebunan di zaman Nabi, untuk mewakafkan hasil kebun terbaiknya Kebun Bairuha’.
Adapun kisahnya diceritakan secara gamblang oleh anak tirinya yang Sahabat Nabi juga, Sahabat Anas bin Malik ra.
Penggerak Abu Thalhah berwakaf
“Abu Thalhah (Zaid bin Sahl al-Anshori) adalah seorang hartawan Anshar di kota Madinah. Hartanya banyak yang berupa kebun kurma.
(Di antara semuanya,) ada satu kebun yang sangat ia cintai yang dinamakan Kebun Bairuha’. Kebun ini letaknya di depan Masjid Nabawi,” ujar Anas memulai kisah wakaf pertama dalam Islam yang digawangi oleh ayah tirinya di atas.
Lanjutnya, “(Suatu hari,) Rasulullah memasuki kebun tersebut untuk meminum airnya yang begitu segar. (Kejadiannya belum lama dari) turunnya ayat ‘Kamu sekali-kali tidak akan mencapai kebajikan (yang sempurna), …’.
“(Mengetahui hal itu, secepat kilat) Abu Thalhah berdiri menghadap Rasulullah. Tidak berapa lama dirinya menyatakan maksud kedatangannya:
‘Wahai Rasulullah, Allah telah memfirmankan “Kamu sekali-kali tidak akan mencapai kebajikan (yang sempurna), [dst]”
Sungguh, harta yang paling aku cintai adalah Kebun Bairuha’. (Meski begitu,) sungguh, aku akan mewakafkan kebun ini demi mengharapkan pahala dari Allah, kemudian akan dijadikan-Nya sebagai simpanan (pahalaku) di akhirat.
(Untuk itu,) aturlah kebun ini sesuai petunjuk Allah kepadamu.’”

Sayangnya, Rasulullah menolak pemberian Abu Tholhah
“Mendengar maksud kedatangan sahabatnya itu, beliau saw. menanggapinya dengan senang hati.
Sabdanya, ‘Wahh, (pemberianmu itu,) itu benar-benar harta yang menguntungkan! Benar-benar harta yang menguntungkan!’”
Cuman sayangnya, pemberian Abu Tholhah justru ditolaknya.
Penolakannya bukan tanpa alasan. Masih menurut Anas, sejurus kemudian Rasulullah menjabarkan maksud penolakannya:
“Aku telah mendengar maksud perkataanmu barusan. Namun aku berpendapat, hendaknya engkau sedekahkan tanahmu ini untuk kerabatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rupanya, Rasul hendak mengajarkan kepada kita perihal etika memberi melalui perantara Abu Tholhah. Bahwasanya, yang paling utama kita bantu tidak lain dan tidak bukan ialah keluarga sendiri.
Mendengar saran beliau tadi, Abu Tholhah segera membagikan Kebun Bairuha’ kepada kerabatnya,” tutur Anas menutup salah satu kisah perawalan wakaf di dalam Islam.
Ibroh kisah berwakafnya Abu Thalhah
Sebelum lanjut, perhatikanlah lagi ayat ke 92 dari Surat Ali Imran di atas. Dari situ, apa gerangan yang menggerakkan Sahabat Nabi Abu Tholhah radiyallahu anhu (ra.) memberikan harta terbaiknya itu?
Jika kita lihat-lihat lagi, kemungkinan beliau bergerak karena penggalan ayat “تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ /sebelum kamu menginfakkan”, iya kan? Begitu kan mikirmu?
Kami juga begitu dulunya, apalagi wakaf terkategori ke dalam infak di dalam bahasan fikih.
Ternyata kita salah ges. Ternyata, yang menggerakkan beliau malahan penggalan “الْبِرَّ /kebajikan (yang sempurna)”. Sebab, الْبِرَّ itu bermakna “surga”, guys.
Pantas saja para Sahabat Nabi silih-berganti mengikuti jejak Abu Tholhah menyedekahkan /mewakafkan harta-hartanya yang berharga.
Ya tapi make sense juga ya. Seberharga apapun harta kita di dunia tentu tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan sekavling tanah di surga, kan ya?
Agar kita bisa ikut meraih surga membesamai Nabi Muhammad saw. dan para Sahabatnya yang mulia, ulama telah merumuskan elemen-elemen berwakaf.
Rukun wakaf di dalam Islam

Tahapan-tahapan berwakaf lebih dikenal dengan sebutan “rukun wakaf”. Disebut rukun karena semua aspeknya harus dihadirkan saat transaksi wakaf berlangsung.
Keempatnya itu adalah:
1. Wakif (pewakaf)
Wakif di dalam Islam yang amal wakafnya akan diganjar Allah dengan pahala, sebagaimana Abu Tholhah, hanyalah orang Islam yang telah dewasa (baligh), berakal sehat, dan pemilik sah dari mauquf.
Adapun “pemilik sah” itu maksudnya mauquf si wakif telah dilunasi seluruh tunggakannya.
2. Mauquf (harta yang diwakafkan)
Mauquf yang diakui di dalam Islam selain harus terbebas dari segala bentuk utang-piutang, juga haruslah halal secara sifat dan peruntukkannya.
3. Mauquf ‘Alaih /Mustahik (penerima wakaf)
Adapun mauquf ‘alaih, yang diakui tidak hanya seorang muslim namun juga non-muslim. Yang penting saat dirinya sedang sighah (menerima mauquf), dirinya telah berstatus sebagai seorang dewasa yang berakal sehat.
4. Sighah (lafal /akad wakaf)
Dan terakhir, sighah. Sighah dapat dilakukan dengan lisan maupun tulisan.
Untuk sighah tulisan, sangat direkomendasikan untuk diperkuat dengan cap /stempel /tandatangan KUA (kantor urusan agama) terdekat dari mustahik. Dengan pembubuhan itu, wakif dan ahli warisnya tidak bisa mengambil kembali /mempersengketakannya di kemudian hari.
Namun jika dirasa ihwal di atas berlebihan, apalagi kalau mauqufnya bukanlah barang yang mahal (sebuah mushaf al-Quran misalnya), maka sighah lisan pun mencukupi.
Terutama bagi mustahik yang tinggal di tempat yang sangat jauh seperti di Pulau Papua, bisa jadi amalan wakafnya dirusak oleh perasaan tidak ikhlasnya membayarkan semua ongkos yang diperlukan.

Oleh karena itu, untuk kamu yang ingin berwakaf al-Quran ke Pulau Papua dengan mudah, murah, dan amanah, percayakan saja wakafmu kepada kami Badan Wakaf Al-Quran (BWA) di bawah:
Kapan lagi kamu bisa menemukan pengelola wakaf seefektif dan seefisien kami?
YA SEKARANG INI WAKTUNYA