Tidak seperti biasanya, waktu Maghrib belum tiba, tetapi pengajian anak-anak sore itu dihentikan. Namun mereka tidak disuruh pulang, melainkan diminta berkumpul di tengah masjid untuk menyaksikan prosesi masuk Islamnya Ibu Ersi, guru Sekolah Dasar Negeri Sagulubek, Desa Sagulubek Kecamatan Siberut Daya, Kepulauan Mentawai, Propinsi Sumatera Barat.
“Asyhadu alla ilahaillallahu wa asyhadu anna Muhammadarrasulullah,”
Demikian ucap mualaf yang tadinya beragama Protestan itu, Selasa (24/11/2009) di Masjid Kamci Al Wahidin, Sagulubek yang disaksikan pula oleh tokoh masyarakat Siberut, di antaranya Ust Ramli, Ust Hendra, Ust Partito (guru SDN Sagulubek).
Subhanallah, tidak terasa kamipun meneteskan air mata saat menyaksikan momen yang mengharukan tersebut. Ternyata di desa terpencil dakwah pun tetap berjalan sehingga perlahan tapi pasti satu persatu warga tercerahkan dengan Islam.
Beberapa bulan sebelumnya, sekelompok remaja telah masuk Islam terlebih dahulu mereka adalah Khalid (Patresius), mualaf bada Idul Fitri asal Saliguma, Ahmad Dedad Ash Shidiq asal Matotonan (Baha’i, sebelumnya Katolik), Syamsul Rizal (dari khatolik), asal Matotonan.
Persentuhan Islam dengan masyarakat Mentawai tidak bisa dilepaskan dari pergaulan dengan masyarakat berasal dari Minangkabau. Persentuhan itu dimulai sejak tahun 1621 M jauh sebelum misionaris mengenal Mentawai. Awal masuknya Islam melalui perdagangan yang dibawa oleh para pedagang dari tanah Tepi (sebutan bagi orang yang berasal dari Padang, Padang Pariaman, Pesisir Selatan dan sekitarnya).
Namun dengan semakin banyaknya pendatang dan gencarnya misonaris dengan kekuatan modal yang kuat, saat ini warga yang memeluk Islam hanya sekitar 25 % selebihnya beragama Kristen, Baha’i dan Animisme. Hanya 10 % dari jumlah penduduk yang merupakan warga suku adat asli Mentawai. Dalam bidang ekonomi, wilayah ini masih tetap berada pada peringkat pertama sebagai daerah miskin di Sumatera Barat. Sedangkan dalam bidang pendidikan masih sangat jauh ketinggalan dibandingkan dengan daerah lainnya.
Miris sekali, saat tim BWA berkunjung ke Desa Saliguma dan berbincang-bincang dengan Bu Warni, guru SMPN 1 Saliguma. Ia menyampaikan, ternyata masih banyak muslimah yang belum berkerudung bukan lantaran tidak mau memakai kerudung tetapi tidak mampu membelinya. Di samping itu kebutuhan akan pengadaan Al Qur’an pun sangat mendesak.
Maka BWA pun menyerahkan 600 Al Qur’an, 400 Al Qur’an dengan terjemah, 200 sajadah, dan 400 kerudung dari wakif kepada Ust Ramli untuk disalurkan kepada warga Mentawai yang membutuhkan. Sebelumnya, BWA pun pada Maret 2009 telah menyerahkan 2200 Al Qur’an dengan terjemah untuk desa di Sumatera Barat dan Mentawai melalui Dr Yuliana, partner lapang BWA untuk wilayah Sumatera Barat. Kemudian pada Juni 2009, didistribusikan lagi 2002 Al Qur’an. Semua amanah dari wakif dengan segera oleh para dai dan daiyah tersebut diserahkan kepada warga binaannya termasuk mualaf yang masih membutuhkan bimbingan dalam masalah ke Islaman.[]