Tahun ini jadi tahun ketujuh kita, warga negara Indonesia, dijuluki sebagai Warga Negara Paling Dermawan se-Dunia (the World’s Most Generous Country) oleh Charities Aid Foundation (CAF), lembaga amal bakti (filantropi) terkemuka asal Inggris1.
Masih menurut CAF, kedermawanan kita 2 level di atas Singapura, 19 level di atas Malaysia, dan bahkan 32 level di atas Kerajaan Arab Saudi. Padahal, rata-rata penduduk di negara-negara tadi kekayaannya 2-16 kali kekayaan orang-orang Indonesia.
CAF juga bilang, orang-orang Indonesia tuh gemar bersedekah, rajin mengikuti kegiatan-kegiatan amal, dan juga tidak keberatan jika harus menolong orang yang tidak dikenal.
Indonesia posisi teratas sebagai negara paling dermawan
Kedermawanan masyarakat Indonesia
Kami rasa, kita dijuluki sebagai sebagai Warga Negara Paling Dermawan se-Dunia tidaklah berlebihan. Lihat saja banyak tanah wakaf di sana-sini di seluruh Indonesia.
Dari tanah-tanah itu banyak yang dijadikan rumah ibadah, lembaga pendidikan, rumah sakit, dlsb.
Jika menghitung masjid dan mushola wakaf saja, ada sebanyak 800.000-1.000.000 bangunan tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Ada beragam alasan berwakaf masjid/mushola. Umumnya, pada ingin dapat aliran pahala abadi,
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah (pahala) amalannya kecuali (pahala dari) tiga perkara: sedekah jariyah (baca: wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang sholeh.” (HR Muslim).
dan juga semangat meneladani para Sahabat Rasulullah SAW.
“Sebaik-baik manusia adalah di zamanku (Sahabat-sahabat Rasulullah). Kemudian orang-orang yang mengikuti mereka. Kemudian berikutnya yang mengikutinya sesudahnya.” (HR. Bukhari)
Semangat mencontoh Sahabat-sahabat Rasulullah SAW.
Mereka, para Sahabat, paling gak bisa melihat tanah produktif yang dianggurin. Jika mereka mampu, mereka akan memproduktifkan tanah itu menjadi hunian, lahan pertanian, atau rumah ibadah orang Islam.
Cara mereka memproduktifkan tanah kosong kurang lebih sama persis seperti yang kita lakukan di zaman sekarang. Kamu bisa langkah-langkah caranya pada tulisan kami di bawah ini:
Cuman, ada perbedaan yang sangat mencolok antara perlakuan mereka terhadap masjid/mushola wakaf mereka dengan kita.
Kita, setelah berwakaf, seringnya berlepas tangan atas nasib masjid/mushola wakaf kita. Kita tahunya bahwa kita akan mendapatkan aliran pahala abadi karena telah berwakaf.
Sedangkan mereka, para Sahabat, justru sebaliknya tidak berlepas tangan atas masjid/mushola wakaf mereka. Mereka paham betul bahwasanya aliran pahala abadi dari berwakaf akan selalu ada jika masih terus dimanfaatkan masyarakat.
Artinya, perlu dilakukan usaha-usaha untuk menarik minat masyarakat agar terus memakmurkan masjid. Makanya, rumah ibadah hasil wakaf yang hanya dipakai sebagai tempat menjalankan ibadah mahdhah, seringnya hanya didatangi orang-orang lansia.
Bayangkan saja, tempat wakaf itu hanya dibuka saat sholat fardhu, ngaji Yasin di malam Jumat, atau peringatan Maulid Nabi, apa mungkin akan menarik minat anak-anak muda mendatangi masjid/mushola?
Padahal, yang diharapkan terus memakmurkan masjid/mushola tadi ya mereka yang masih muda sekarang ini.
Apa bisa berharap mereka terus memakmurkan masjid/mushola nantinya ketika sekarang aja males datang ke masjid??
Yang Sahabat-sahabat Rasulullah lakukan
Untuk menanggulangi anak-anak malas ke masjid, setidaknya Sahabat-sahabat Rasulullah melakukan 3 hal:
1. Memfungsikan masjid/mushola sebagai balai warga
akan membuatnya sering didatangi sebab mereka berharap dapat menemukan solusi dari permasalahannya di rumah dan di luar rumah;
2. Memfungsikan masjid/mushola sebagai tempat istirahat
akan membuatnya semakin sering didatangi orang-orang tua yang butuh rehat sejenak dari rutinitas rumah dan kerjaannya;
3. Memfungsikan masjid/mushola sebagai tempat hiburan
akan mendatangkan anak-anak karena imej masjid sebagai tempat yang membosankan sudah tidak relevan lagi.
Imam Muslim menulis di dalam kitabnya bahwa Masjid Nabawi pernah diizinkan bagi para penari Habasyah mempertontonkan tariannya.
Di dalam tulisannya, Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar RA. bercerita:
“Suatu waktu kami kedatangan orang-orang Habasyah, mereka menggerak-gerakkan badan (menari) pada hari Id di masjid. Lalu Rasulullah SAW. mengajakku (untuk menonton). Aku (ikut menonton sambil) meletakkan kepalaku di atas bahu beliau.
Aku pun menonton orang-orang Habasyah tersebut sampai aku sendiri yang memutuskan untuk tidak menontonnya lagi.” (HR. Muslim).
Yang didapatkan setelah mencontoh perlakuan Sahabat-sahabat Rasulullah SAW. di atas
Setelah kita mencontoh usaha-usaha para Sahabat menjadikan masjid/mushola sebagai balai warga, tempat beristirahat, dan tempat penyelenggaraan hiburan biar masjid/mushola dicintai masyarakat, akan ada 3 pahala yang bisa kita dapatkan:
1. Pahala meneladani Sahabat-sahabat Nabi
2. Pahala tambahan dari bertambahnya jumlah jamaah
3. Pahala ilmu jariyah ketika ada takmir-takmir dari tempat lain yang kita ajarkan
Agar kita segera mendapatkan ketiga pahala di atas, sesegera mungkin kita mengajak takmir masjid/mushola wakaf agar mencontoh para Sahabat mempergunakan masjid di atas.
Kita mesti luangin waktu membersamai para takmir mempelajari usaha Sahabat memakmurkan masjid di atas, lalu menyusun action plan nya.
Kita mesti se effort itu karena justru kitalah yang membutuhkan pahala wakaf tersebut.
Semoga Allah SWT. memudahkan usaha kita meneladani para Sahabat radhiyallahu anhum dalam berwakaf masjid.