Banyak muslim yang tidak bisa menjawab “Apakah dasar hukum berwakaf?; Apa dalil wakaf di dalam Al-Quran?”
Bukan hanya muslim awam, bahkan sarjana lulusan Fakultas Agama Islam ataupun yang bekerja di lembaga amal banyak yang tidak bisa menjawab juga.
Pertanyaan ini normal dilontarkan karena terkadang wakaf itu ibadah yang terasa mahal. Apalagi harta benda/ barang yang diwakafkan (mauquf) haruslah selain makanan dan minuman.
Untuk menjawab pertanyaan itulah kami membuatkan postingan ini. Dengan membaca sampai habis, keraguanmu untuk berwakaf akan sirna, atau bisa juga mempermudah pekerjaanmu sebagai petugas pengumpul wakaf.
Jadi, teruslah membacanya sampai habis ya…
Beginilah dalil wakaf di dalam Al-Quran
Tanpa berpanjang lebar, di bawah inilah ayat yang menjadi cikal-bakal amalan wakaf. Ayat yang dimaksud yakni ayat ke 92 dari Surat Ali Imran:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.”
Ayat ini turun setelah hijrahnya Nabi Muhammad saw. dan Sahabat-sahabat Muhajirinnya ke Madinah. Iya, peristiwa ketika mereka rela meninggalkan harta bendanya di Makkah demi membersamai Rasulullah tinggal di Madinah.
Kenekatan seekstrem itu membuat banyak dari mereka jatuh miskin di tempat tinggal barunya tersebut. Meski begitu, Rasul dan Para Sahabat Muhajirinnya pantang meminta-minta jika bukan untuk memperkuat agama.
Karena itu juga akhirnya Allah menurunkan ayat tersebut dengan maksud menumbuhkan rasa kepeduliaan antar umat Islam.
Allah swt. menjanjikan bagi muslim mana saja yang membantu saudaranya dengan harta benda kepemilikannya, maka baginya “الْبِرَّ”.
Pewakafan Kebun Bairuha’
Imam Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya, Tafsir al-Quran al-Adzim, menuliskan bahwasanya “الْبِرَّ” itu adalah “جَنَّة/ surga”.

Sekarang menjadi teranglah mengapa Sahabat-sahabat Nabi, baik Muhajirin dan Anshar, berlomba-lomba menginfakkan harta-harta berharganya.
Ambil contoh kisah pewakafan Kebun Bairuha’, sebuah kebun kurma subur yang tiap tahunnya menghasilkan panen hingga miliaran rupiah.
Kesuburan kebun itu berkat aliran sungai yang melewatinya sehingga menjadikannya tempat yang rindang dan sejuk, tempat yang sangat cocok untuk healing.
Buktinya, Nabi Muhammad sering hilang healing di sini.
Pernah suatu hari kala beliau saw. sedang healing, beliau disamperin pemilik kebunnya Sahabat Zaid bin Sahl al-Anshari ra., atau yang biasanya dipanggil Abu Thalhah.
Ia bergegas menjumpai Rasulullah karena ada suatu gerangan yang harus segera disampaikan. Katanya:
“Wahai Rasulullah, Allah telah memfirmankan ‘Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai’.”
“Sungguh, harta yang paling aku cintai adalah Kebun Bairuha’. (Meski begitu,) sungguh aku wakafkan kebun ini mengharap pahala dari Allah sehingga menjadi simpanan (pahala) di akhirat.
(Oleh karena itu,) aturlah kebun ini sesuai petunjuk Allah.”

Mendengar ihwal kedatangan pemilik kebun yang juga sahabatnya tersebut, Rasulullah saw. terlihat sangat senang dengan amalannya barusan.
Sabdanya, “Wah, betapa beruntungnya mendapatkan kebun ini! Benar-benar sebuah keberuntungan yang besar!”
Meski pemberiannya tadi Rasulullah puj-puji, ternyata Rasulullah keberatan untuk menerima kebun itu. Malahan, Rasulullah menyarankannya agar menyedekahkannya kepada keluarganya saja.
“Aku telah mendengar pemberianmu itu. Namun aku berpendapat, akan lebih baik jika engkau sedekahkan kebunmu kepada kerabatmu.” (HR. Bukharidan Muslim).
Tersadar akan pentingnya menolong keluarga sebelum orang luar, tidak sampai sehari akhirnya kebunnya diwakafkan untuk keluarga jauhnya.
Hikmah berwakafnya Zaid bin Sahl al-Anshari
Mendengar amalan terpuji Abu Tholhah di atas, Sahabat-sahabat Nabi yang lain segera mengikuti jejaknya. Mereka mulai mewakafkan beragam harta benda miliknya.
Biarpun wakaf mereka berupa-rupa bentuknya, mulai dari harta benda yang bergerak hingga yang tidak bergerak, namun mereka memiliki kesamaan dalam menunaikan wakaf.
Kesamaan inilah yang ulama maksud dengan rukun wakaf. Keempat rukun tersebut yaitu:
1. Wakif (pewakaf)
Wakif adalah seorang muslim dewasa (baligh) yang berakal sehat yang mewakafkan harta benda/ barang miliknya (mauquf).
2. Mauquf (harta yang diwakafkan)
Adapun syarat mauquf adalah harta benda/ barang halal yang terbebas dari segala jenis tunggakan, yang memiliki masa pakai lebih dari setahun, dan yang telah diikhlaskan oleh pemilik-pemiliknya untuk diwakafkan (jika pemiliknya lebih dari satu).
Makanya, seperti yang telah kita tulis di alinea ketiga, makanan dan minuman tidak bisa diwakafkan karena hanya bermanfaat sekali waktu saja.
Pun dengan kendaraan kreditan yang tidak bisa diwakafkan karena pasti akan menyusahkan penerima wakaf (mustahik). Padahal, tujuan mereka diwakafkan agar meringankan cobaan hidupnya, bukan malah menambah cobaan hidup.
3. Mauquf ‘alaih/ Mustahik (penerima manfaat wakaf)
Lalu mustahik, yakni seseorang yang telah dewasa dan berakal yang menerima ataupun mewakilkan para penerima. Berbeda dengan wakif, mustahik tidaklah harus yang seiman dengan kita.
Namun jika mustahiknya beriman, akan bertambah mulia wakafnya. Seperti anak-anak muslim Papua yang bersyukur dan bergembira setelah menerima Quran wakaf yang kami salurkan 1-2 tahun yang lalu.

4. Sighah (lafal atau akad wakaf)
Dan rukun terakhir adalah sighah. Sighah dapat dilafalkan secara lisan maupun dituangkan dalam tulisan.
Sighah yang dituliskan berguna jika mauqufnya (harta benda wakaf) dirasa bernilai sangat mahal sampai membuatmu takut bakal dipersengketakan oleh ahli warismu.
Jika begitu, tulislah sighahmu lalu dilegalkan di KUA (kantor urusan agama) terdekat dari mustahiknya.
Cuman, jika dirasa ahli warismu tidak akan menariknya kembali, misalnya mauqufmu itu mushaf Quran yang akan dikirimkan kepada saudara/i muslim kita di Papua,
maka cukup ber-sighah lisan sudah cukup memadai.
Jika memang seperti itu, kamu bisa langsung berwakaf mushaf al-Quran ke Papua sana melalui kami melalui program wakaf di bawah ini:
Dengan memercayakannya pada kami, kamu tidak perlu mendatangi KUA di Papua. Kamu hanya perlu mengklik tautan kami di atas, lalu mengikuti arahan admin kami di sana.
Iya, sesimpel itu berwakaf al-Quran di zaman sekarang. Dengan ketak-ketuk tautan di atas, kamu insya Allah telah tercatat sebagai wakif sekalipun kamu tidak bangkit dari kasurmu.
Jadi, alasan apalagi yang bisa menghalangimu membantu muslim/ah mempelajari al-Quran??