Sebelum lanjut membaca, sangat kami sarankan untuk baca terlebih dahulu tautan/ link di bawah karena artikel yang tengah kamu baca ini memperkuat artikel tersebut:
Salah satu ayat wakaf
Sebenarnya, ayat-ayat perihal wakaf itu ada banyak sekali. Bisa begitu banyak karena sejatinya wakaf adalah infaq yang bersifat sunnah/ nafilah.
Infaq yang wajib itu zakat dan nazar.
Biarpun ayat-ayat infaq sunnah ada banyak sekali, namun para ulama sering merujuk Surat Ali Imron sebagai surat wakaf. Mereka menganggap begitu karena saat ayat ke 92 nya turun, Sahabat Nabi Muhammad Abu Thalhah ra. segera berwakaf.
Amalannya tersebut tercatat sebagai amalan wakaf pertama kali umat Islam.
Imam Bukhari dan Muslim menuliskan, “al-birr” di dalam ayat di ataslah penggerak Sahabat Abu Thalhah mewakafkan Kebun Bairaha’, kebun kurma terproduktifnya.
Kebun Bairaha’ termasuk salah satu penyumbang dinar-dirham ke dalam kantong Abu Thalhah akibat kesuburannya. Meski begitu, demi “al-birr” ia rela menahan diri dari menikmati hasil kebun kesayangannya ini.

"al-birr" laksana takbir
Selayaknya para mujahidin yang langsung maju menyerang musuh setelah mendengar takbir pertama, al-birr juga menjadikan para sahabat mengikhlaskan kepemilikannya digunakan untuk menegakkan syariat Islam.
Bedanya, para mujahid merelakan nyawanya, sedangkan para sahabat nabi merelakan hartanya.
Imam Ibnu Katsir menerangkan, “al-birr” bermakna “kebaikan tak terhingga/ surga”.
Tak pelak para sahabat nabi, sebut saja Zaid bin Haritsah dan Utsman bin Affan ra., juga ikut mewakafkan hartanya mencontoh Sahabat Abdullah bin Thalhah ra.
Hikmah ayat wakaf di atas
Dari kisah Kebun Bairaha’ di atas, akhirnya membuat para ulama menyimpulkan bahwasanya infak dinilai sebagai wakaf ketika
“pemiliknya tidak lagi menerima manfaat dari harta bendanya tersebut karena telah diwakafkan kepada pihak lain”.

Lebih lanjut, Syekh Ibnu Qasim al-Ghazi pernah menerangkan 3 syarat infak yang terkategori wakaf. Dalam tulisannya di dalam Kitab Fathul Qarib, ketiga syarat itu haruslah dihadirkan saat ijab-kabul wakaf.
Ketiganya adalah:
>pemberi-penerimanya (wakif-maukuf alaih);
Syarat pertama yakni kehadiran pemberi (wakif) dan penerima wakaf (maukuf alaih). Keduanya haruslah yang telah dewasa/ baligh.
Si wakif harus melunasi barang wakafnya (maukuf) terlebih dahulu agar penerimanya kelak tidak harus menanggung beban tunggakan barang wakaf.
Si wakif juga harus sadar akan barang yang diwakafkan agar kelak ia dan keluarganya tidak lagi menarik maukuf.
Maukuf alaih sendiri tidak terbatas hanya pada 8 asnaf (golongan penerima zakat), namun bisa juga kepada para konglomerat.
>pemberiannya (maukuf);
Adapun maukuf, haruslah barang halal yang tidak akan berkurang wujudnya saat sedang digunakan.
Oleh karena itu, makanan/ minuman tidak bisa diwakafkan karena keduanya pasti akan berkurang saat kita memakan/ meminumnya.
>pengikrarannya (sighat).
Dan terakhir yang harus ada ialah pengikraran wakif bahwa ia/ mereka secara sadar telah mewakafkan barang miliknya, dan pengikraran maukuf alaih bahwasanya ia/ mereka akan memanfaatkan barang wakafnya sebagaimana yang diamanahkan oleh wakif.
Ikrar wakaf (sighat) dianggap sah hanya ketika wakifnya menganggapnya sah saat ijab-kabul. Oleh sebab itu penting untuk mengetahui lebih dalam harapan wakif berwakaf. Setelahnya baru kedua belah pihak mengadakan sighat.
Sighat dapat diadakan dalam format lisan maupun tulisan. Kami menyarankan agar memperkuat sighatnya dengan mengikatnya di dalam KUA dekat si maukuf alaih jika dirasa barang wakafnya bernilai sangat mahal.
Kiat mengamalkan ayat wakaf
Namun jika barang wakafnya tidaklah mahal, semisal berwakaf 100-500 ribu rupiah untuk Pesantren Makkah Madinah di Pacitan, kalian bisa langsung berwakaf melalui kami di sini:
Para santri memerlukan wakaf kalian karena sudah bertahun-tahun ruang kelas dan kamar tidur mereka jadi satu. Mereka terpaksa berbagi ruangan seperti itu karena di Makkah Madinah baru ada 1 gedung.
Untuk itulah berapa saja yang bisa kamu wakafkan, akan mempercepat mimpi mereka memiliki asrama yang terpisah dari ruang kelas.