Sabtu, 23 Januari 2009, BWA melakukan survey potensi air bersih ke Kabupaten Majalengka, tepatnya di Desa Kertabasuki Kecamatan Maja. Langkah ini merupakan kelanjutan program Wakaf Qur’an + Air Bersih yang digulirkan BWA untuk membantu daerah-daerah yang masih kesulitan mendapatkan air bersih di seluruh Nusantara.
Sebelumnya, melalui program Wakaf Qur’an + Air Bersih, BWA telah membantu merealisasikan pembangunan sumur bor dengan kedalaman 125 meter di area Pesantren Wirausaha YASHI (Yayasan Shofful Islam) Kampung Setu, Desa Sukajaya, Kecamatan Pontang, Serang, Banten. Namun, Abu Aliy, Manajer Program BWA menuturkan, masih banyak saudara-saudara kita di tempat lain yang tidak bisa mengakses air bersih untuk kelangsungan hidup mereka.
Majalengka adalah salah satu daerah yang masyarakatnya mengalami kesulitan mendapatkan air bersih. Oktober 2009 lalu misalnya, ada sekitar tiga-empat desa di lima kecamatan di Kabupaten Majalengka mengalami kesulitan air bersih, terutama untuk air minum. Lima kecamatan itu adalah Sumber Jaya, Ligung, Kertajati, Kadipaten, dan Jatitujuh. Peristiwa ini hampir terjadi tiap tahun karena tiadanya sumber air dan buruknya kualitas air tanah.”Kandungan besi dalam air tanah tinggi, sedangkan debit sungai kecil dan airnya kotor,” kata Nana Mulyana, Kepala Bagian Hubungan Pelanggan PDAM Majalengka (1/10/09) seperti dilansir Kompas. com.
Di Kertabasuki, mendapatkan air bersih dari dalam tanah memang masih dirasakan sulit. Kondisi tanah yang berbatu, menyulitkan upaya mendapatkan air bawah tanah di daerah ini. Apalagi, paling tidak harus menggali sampai 20-an meter untuk mendapatkan air yang bersih. Hal ini dituturkan Didi Sunardi, tokoh masyarakat setempat, saat dikonfirmasi oleh BWA. “Rekan-rekan di lapangan yang memeriksa langsung kondisi tanah untuk pengeboran, sempat melakukannya di beberapa titik, namun kondisinya memang sulit. Banyak batunya,” papar bapak berusia 55 tahun ini. Hal ini juga dibenarkan oleh Abu Aliy yang melihat langsung ke lokasi.
Lebih lanjut Didi mengatakan, di Pondok Pesantren (Ponpes) Shobarul Yakin pimpinan KH. Abun Bunyamin Ma’ruf, sekitar 1 km dari rumahnya, para santri seringkali menggunakan air kotor tak layak pakai untuk keperluan sehari-hari. Apalagi bila kemarau datang, pesantren dengan sekitar 250 santri itu terpaksa harus kekurangan air.
Didi yang juga adik KH Abun itu menuturkan, sebenarnya sudah ada upaya untuk mengatasinya, yaitu dengan mengambil air dari kolam dekat rumahnya. Namun, tetap tidak mencukupi. “Tidak kebagian buat ke ponpes, kadang kolam juga kering kalau kemarau. Apalagi airnya juga kotor,” katanya lebih lajut.
Oleh karenanya, Didi bersyukur dan menyambut baik inisiasi pembuatan sumur bor yang dilakukan BWA melalui program Wakaf Qur’an + Air Bersih. “Insya Allah akan sangat membantu, apalagi hingga kini kami masih kesulitan melakukannya sendiri. Butuh dukungan dari pihak lain untuk merealisasikannya,“ ujarnya.
Didi juga berharap agar pembuatan sumur bor ini dapat diupayakan secepat mungkin, sehingga air bersih lebih cepat didapatkan.[bwa]