Aku, kamu, dan semua orang Islam tidak mungkin tidak menganggap Al-Quran sebagai pedoman hidup. Pasalnya, inti agama kita itu mengamalkan Al-Quran.
Boleh dikatakan, jika tidak berlebihan, membiarkan Al-Quran berdebu akibat jarang dibaca dapat dikategorikan sebagai pengabaian terhadap agama.
Al-Quran yang diturunkan sebagai penyempurna agama-agama samawi mengandung berbagai keutamaan di setiap ayatnya. Contohnya, hanya dengan membacanya saja kita diganjar puluhan pahala. Belum jika kita mengamalkan dan mengajarkannya.
Rasulullah SAW. bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Barang siapa membaca satu huruf dari kitabullah (Al-Quran), baginya satu kebaikan. Satu kebaikan akan dilipatgandakan sepuluh. Aku tidak mengatakan ‘alif lam mim’ itu satu huruf, akan tetapi, alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. (HR. Tirmidzi)
Lantas, apa lagi keutamaan ayat-ayat Al-Quran yang dibaca? Let’s dig deeper!
Keutamaan Membaca Al-Quran
1. Memperoleh ketenangan hati
Merasa tidak tenang dan gelisah belakangan ini? Cobalah rutin membaca Al-Quran setiap hari. Semakin kita sering membaca Al-Quran, semakin tentram hati kita.
Pun sebaliknya, semakin jauh kita dari Al-Quran akan semakin suram masa depan kita. Firman-Nya:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (QS. Al-Isra [17]: 82)
Syaikh Al-Amin Asy-Syinqithi menjelaskan di dalam kitab tafsirnya, Tafsir Adhwaul Bayan, makna penawar/obat yang disebutkan pada ayat di atas. Tulisnya:
“Obat yang mencakup obat bagi penyakit hati/jiwa, seperti keraguan, kemunafikan, dan perkara lainnya. Bisa menjadi obat bagi jasmani jika dilakukan ruqyah kepada orang yang sakit.
Sebagaimana kisah seseorang yang terkena sengatan kalajengking diruqyah dengan membacakan Al-Fatihah. Ini adalah kisah yang shahih dan masyhur”.
2. Menjadi manusia berkualitas
Semua manusia di dunia ini pasti ingin menjadi manusia terbaik. Salah satu caranya yaitu dengan membaca, mengamalkan, sekaligus mengajarkan Al-Quran kepada orang-orang yang belum dapat memahaminya secara kaffah (secara benar).
Cara ini secara terang-terangan Rasulullah sampaikan di dalam hadits beliau SAW.:
مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari).
3. Menaikkan derajat
Mengapa membaca Al-Quran dapat menaikkan derajat? Sebab, melalui Al-Quran kita dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT.
Kita semua pasti mengaminkan bahwasanya manusia yang derajatnya paling tinggi ialah mereka yang dekat dengan-Nya. Oleh karena itu, membaca Al-Quran lah salah satu kuncinya.
Itulah yang ditulis Imam Muslim di dalam kitabnya:
إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما، ويضع به آخرين
“Sesungguhnya dengan Kitab inilah (Al-Quran), Allah mengangkat derajat suatu kaum dan merendahkan derajat selain mereka”. (HR. Muslim)
4. Memperoleh syafaat di Hari Kiamat
Atas izin Allah SWT, Al-Quran dapat memberikan syafaat/pertolongan untuk kita di hari kiamat. Dengan syafaatnya, beban hukuman yang semestinya dapat menjorokkan kita ke neraka dapat dibatalkan.
Janji Rasulullah SAW. mengenai hal ini ialah:
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ
“Bacalah Al-Quran, sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memberi syafaat kepada pembacanya”. (HR. Muslim).
Adab Membaca Al-Quran
Layaknya ibadah lainnya seperti sholat, membaca Al-Quran pun ada adab dan ketentuan yang perlu diperhatikan. Adab membaca Al-Quran ini sangatlah penting sampai-sampai Imam Nawawi menulis Kitab At-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Quran yang khusus membahasa adab-adab berinteraksi dengan Al-Quran.
Salah dua adab yang beliau tulis kita upload kemari:
a. Menyucikan diri dan tempat mengaji
Adab yang pertama ini tertulis jelas di dalam Al-Quran Surat Al-Waqi’ah dan hadits yang diriwayatkan Imam Malik:
لا يَمَسُّهُ إِلا الْمُطَهَّرُونَ
“Tidak ada yang menyentuhnya (menyentuh Al-Quran) selain hamba-hamba yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah [56]: 79)
أَنْ لاَ يَمَسَّ اَلْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
“Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci” (HR. Malik).
Kedua dalil di atas menjadi pedoman Syafi’iyah (muslim bermazhab Syafi’i), seperti orang-orang Indonesia, untuk bersuci dari hadas kecil maupun hadas besar dahulu sebelum menyentuh mushaf Al-Quran.
Sedangkan anak-anak, mereka diperbolehkan memegang Al-Quran meskipun tidak bersuci untuk menumbuhkan kecintaannya pada Al-Quran. Hal ini diungkapkan ulama-ulama Syafi’iyah sebagai berikut:
“Tidak terlarang bagi anak kecil yang sudah tamyiz (bisa membedakan hal baik dan hal buruk) untuk menyentuh mushaf walaupun dia dalam keadaan hadas besar. Dia dibolehkan untuk menyentuh, membawa, dan mempelajarinya.
Yaitu, tidak wajib melarang anak kecil semacam itu karena ia sangat butuh untuk mempelajari Al-Quran dan sangat sulit jika terus-terusan diperintahkan bersuci.
Meski begitu, ia tetap disunnahkan untuk bersuci”.
Di luar Syafi’iyah, muslim Hanafiyah (muslim bermazhab Hanafi), seperti orang-orang Turki, memiliki pendapat yang berbeda. Mereka memandang bahwasanya Al-Quran dapat disentuh orang-orang berhadas dengan syarat menyentuhnya menggunakan perantara (semisal lidi atau sapu tangan), dan perantara tadi terbuat dari bahan yang tidak mengandung najis.
Selain diri, lokasi membacanya juga perlu dibersihkan dari kotoran dan najis semisal di dalam kamar mandi, di depan urinoir, dlsb.
b. Duduk dengan sopan, menghadap kiblat, dan khusyuk mengkajinya
يستحب للقارئ في غير الصلاة ان يستقبل القبلة فقد جاء في الحديث خير المجالس ما استقبل له القبلة و يجلس متخشعا بسكينة و وقار مطرقا رأسه، و يكن جلوسه وحده في تحسين ادبه و خضوعه كجلوسه لين يدي معلمه، فهذا هو الاكمال و لو قرأ قائما او مضطجعا او في فراشه او على غير ذلك من الاحوال جاز و له اجر و لكن دون الاول
“Disunnahkan bagi orang yang membaca Al-Quran di luar sholat untuk menghadap kiblat. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits:
‘Sebaik-baik duduk adalah yang menghadap kiblat.’ (HR. Thabrani)
Juga disunahkan duduk dengan khusyuk, diam, dan tenang serta menundukkan kepalanya. Hendaknya duduk dengan memperbagus adabnya serta merendahkan diri layaknya duduk di hadapan gurunya. Duduk seperti ini adalah duduk yang paling sempurna.
Namun, jika ia membaca dengan berdiri, tidur miring atau membaca di tempat tidurnya atau dalam posisi yang lain, maka diperbolehkan dan ia tetap mendapatkan pahala, tetapi bukan yang utama.”
c. Dimulai dengan membaca ta’awudz
Membaca ta’awudz, “a’udzubillahi minasy syaithanir rajim”, sebelum mengaji merupakan perintah Allah SWT. kepada Rasul-Nya Muhammad SAW. di surat An-Nahl:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِالرَّجِيمِ
Apabila kamu membaca Al Quran, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (QS. An-Nahl [16]: 98)
Biarpun pada awalnya ayat di atas ditujukan bagi Rasul, namun sejatinya ayat di atas juga ditujukan bagi kita umatnya karena Allah tidak memberikan keterangan tambahan yang mengkhususkan ayat ini untuk Rasul.
Oleh karenanya, para ulama menjadikan ‘membaca ta’awudz’ termasuk adab sebelum membaca Al-Quran.
Panduan-panduan mentadabburi Al-Quran
Berikutnya, setelah kita mempelajari adab-adab membaca Al-Quran, kita amalan kita terhadap Al-Quran dengan mempelajari panduan-panduan mentadabburinya.
Panduan-panduan tersebut ada di dalam Kitab Mafatih Tadabbur Al-Quran karya Ust. Al-Lahim. Mafatih ini akan membantu kita memahami kandungan ayat-ayat Al-Quran. Untuk itu perlu kiranya kamu mengintip isi kitabnya, demi menambah hasratmu membeli kitab ini, di bawah ini: