Berawal dari Kesulitan Mencari Pakaian Muslimah yang Syar’i
Fithri Mayasari tak menyangka usaha pakaian Muslimah yang dirintisnya sejak tiga tahun lalu kini memproduksi lebih dari 1500 gamis per bulan dan memiliki puluhan reseller.
Bukan hanya dirinya, tetapi suaminya pun Andri Ranggadisastra, yang sama-sama konsultan arsitektur juga keluar kerja demi memajukan bisnis gamis yang diberi nama Zizara. Zizara merupakan singkatan dari ketiga anak mereka yakni: Ghazia (7 tahun), Azzam (5 tahun) dan Aradana (8 tahun).
Berawal dari kesulitan mencari pakaian yang sesuai hukum Islam (syar’i), ia pun mencoba membuatnya sendiri. “Kemudian saya memberanikan diri membuat satu buah baju kemudian ditawar-tawarkan untuk dibuatkan,” kenang sarjana Arsitektur Universitas Indonesia.
Awalnya wanita kelahiran Tasik 3 Januari 1985 membuat dengan sistem pre order (PO). Ia buat satu setel kemudian difoto dan dijual di Instagram. Sampai pada saat lebaran tahun 2014, warga Perumahan Permata Darussalam, Kukusan, Beji, Depok, Jawa Barat, mulai kecapaian. “Suami sudah menolak keras saya jahit menjahit karena resiko PO adalah dikejar-kejar konsumen yang menagih kapan bajunya selesai,” beber Fithri.
Tapi ia keukeuh ingin menyeriusi bisnis ini seraya meninggalkan profesinya sebagai konsultan arsitektur di Orchid Realty. Puncaknya selesai lebaran jerih payah itu hilang semua karena ATM dikuras orang setelah hilang entah jatuh di mana. “Saya menganggap memang ini teguran Allah,” Fithri menginsafi.
Tak lama setelah itu, tiba-tiba ada pesanan 2 lusin gamis. Tak tega melihat wajah Fithri yang memelas, suami pun luluh dan memberikan modal lagi. Setelah mendapatkan keuntungan, suami mengizinkan untuk diputar lagi modalnya.
“Akhirnya saya membeli katun jepang dan mulai memproduksi secara ready stock bukan PO lagi. Satu lusin pertama habis dalam 2 jam, berikutnya saya terus menambah kuantitis produksi, sampai akhirnya ada jalan untuk membuka konveksi sendiri,” pungkasnya.
Kemudian Fithri pun membuat website dan aplikasi di playstore serta berdagang di Facebook, meski demikian penjualan lewat Instagram tetap paling utama.
Sejak Zizara mulai kelihatan sebagai bisnis yang serius, suami meninggalkan bisnis kontraktornya dan sekarang mereka berdua 100 persen fokus di Zizara.
Setiap belanja kain, Fithri menyempatkan diri shalat di Masjid Al Arkom Tanah Abang Blok A. Ia selalu melewati stan Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) yang persis di depan masjid. Pada suatu hari di awal 2017 hatinya tergerak untuk berwakaf. Sejak saat itu hingga sekarang rutin berwakaf melalui BWA. “Saya tertarik dengan program-program yang ada di BWA dan berharap apa yang disumbangkan tiap bulan bisa bermanfaat dan tepat sasaran,” ungkapnya.
Ia juga “percaya bahwa BWA cukup profesional dan amanah dalam menjalankan program-programnya.” Dan menurutnya program yang paling menarik adalah Wakaf Al-Qur’an dan Pembinaan (WAP). “Karena programnya benar-benar menyentuh daerah terpencil yang rawan akidah, belum banyak lembaga yang melakukannya,” pungkas Fithri.[]