Suatu malam, Khalifah Umar bin Abdul Azis, yang sedang bekerja lembur didatangi anaknya yang mau berbicara sesuatu. Kata Umar, “Apakah ini masalah negara atau masalah keluarga? Anaknya menjawab, “Ini masalah keluarga.” Seketika itu juga lampu lemak hewan itu dipadamkan dan ia segera mengambil lampu tempel yang telah redup miliknya.
Anaknya keheranan dan bertanya, “mengapa lampunya ayah ganti, padahal lampu yang tadi lebih terang?” Dengan tersenyum ia menjawab, “Anakku, kalau yang dibicarakan adalah masalah keluarga, lampu inilah yang kita punya, karena lampu tadi milik negara. Kalau ayah menggunakan lampu negara berarti ayah menzhalimi rakyat. Ayah takut pada Allah, karena Allah pasti tahu perbuatan kita.”
Subhanallah, Khalifah Umar II ini benar-benar amanah menjalankan fungsi penguasa sesuai dengan yang disabdakan Rasulullah saw, yang artinya: “Penguasa adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR Imam Muslim).
Agar dapat amanah, mengurus rakyat dengan baik, tentu saja penguasa harus memahami mana saja yang terkategor milik pribadi mana pula yang termasuk kategori milik negara. Ada satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan, yakni mana pula yang terkategori milik seluruh rakyat yang pengelolaannya dilakukan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dalam hal ini, Nabi Muhammad saw bersabda, yang artinya, “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Imam Abu Dawud, Imam Ahmad, dan Imam Al Baihaqi). Api dalam hadits tersebut bermakna pula sebagai energi termasuk energi listrik. Maka pemerintah tidak boleh mengambil untung dengan menjual listrik kepada rakyat, yang hakikinya adalah pemilik listrik.
Begitu juga dalam hadis yang diriwayatkan Imam At Tirmidzi dari Abyadh bin Hamal. Diceritakan Abyadh telah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw meluluskan permintaan itu, tapi segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir” Rasulullah kemudian bersabda, “Tariklah tambang tersebut darinya.”
Rasululllah segera membatalkan pemberiannya setelah mengetahui bahwa tambang itu memiliki kandungan yang berlimpah (seperti air yang mengalir). Artinya, semua tambang yang melimpah apalagi tambang energi seperti gas, minyak, uranium dan lainnya yang diperlukan untuk membangkitkan listrik tidak boleh lagi dikuasai oleh swasta baik lokal maupun asing seperti yang selama ini terjadi.
Wahai penguasa, jadilah pemimpin yang amanah!
Oleh: M. Ichsan Salam